new folder: harjono sigit
new folder: Harjono Sigit
Arsip identik dengan sekumpulan dokumen yang disimpan, dengan harapan ada data yang jika sewaktu-waktu dibutuhkan akan dengan mudah dapat dilihat dan dimanfaatkan kembali. Pengarsipan yang baik mungkin bukan hanya terkait bagaimana menyimpan dan menata dengan baik, namun dapat juga terkait seberapa jeli seseorang itu melihat dokumen apa yang dirasa perlu disimpan dan dokumen apa yang tidak seberapa perlu disimpan. Pengertian "dokumen" di sini tentu saja tidak hanya diartikan dalam wujud kertas atau sejenisnya, namun lebih pada pengertian sebuah data, informasi, kejadian, dan lainnya.
Salah satu keniscayaan yang terjadi pada sebuah arsip adalah peluang terjadinya kondisi dirinya tertimbun oleh arsip yang lain, dan kondisi ini akan selalu terjadi dan pasti terjadi. Gambaran yang dapat digunakan sebagai analogi adalah pada pengarsipan file(s) di sebuah perangkat komputer, dimana dijumpai arsip yang lama akan selalu ditemani dengan arsip-arsip lain yang lebih baru dan tidak kalah penting. Meskipun kondisi tertimbun niscaya tidak terjadi dalam perangkat komputer, namun kondisi bahwa dia akan "terdesak" akan tetap terjadi. Sehingga lapangnya ruang penyimpanan menjadi sangat relatif. Jika awalnya ratusan megabytes cukup untuk menampung files, saat ini ruang ratusan sampai ribuan gygabytes pun akan segera menjumpai kondisi penuh sesak.
Pada kasus pekerjaan-pekerjaan desain yang dilakukan Harjono Sigit, jika dikaitkan dengan sebuah arsip, saya memandang hal di luar arsip pekerjaan beliau itu sendiri. Hal yang lebih menarik perhatian saya adalah tentang karya pak Sigit sebagai salah satu "dokumen", salah satu "data", salah satu "file", di antara ratusan dokumen lain yang ada mulai dari profesi arsitek muncul di Indonesia sampai dengan saat ini. Saya memandang karya pak Sigit sebagai salah satu contoh dokumen yang terdesak oleh sekian banyak dokumen lain dalam ruang penyimpanan dokumen arsitektur Indonesia. Begitu banyaknya dokumen lain yang mungkin menumpuknya, sampai juga dapat muncul keragu-raguan apa benar karya pak Sigit pernah tersimpan di ruang penyimpanan tersebut. Jangan-jangan memang belum pernah tersimpan?
Mungkin akan lebih sesuai menempatkan karya pak Sigit sebagai dokumen yang belum (sempat) tersimpan. Seperti sebuah file yang masih terserak pada desktop sebuah komputer tanpa sempat tersimpan rapi dan beruntung belum terpindah pada trash folder. Ketika file tersebut dibuka kembali, ternyata banyak hal yang membuat kita merasa bersyukur belum kehilangan file tersebut. File tersebut menyimpan banyak sekali hal yang bisa menjadi pembelajaran, bisa menjadi tamparan, dan bisa menjadi sebuah harapan.
Pembelajaran terbesar yang dapat diambil dari karya pak Sigit ini menurut saya adalah bagaimana hasrat dapat menjadi bahan bakar yang luar biasa dalam sebuah performa. Latar pendidikan yang ditempuh oleh pak Sigit lebih banyak membekali seseorang terkait pengetahuan teknis, ketrampilan terkait material, kekokohan bangunan, dan hal seputar itu. Namun apa yang dilakukan oleh pak Sigit menunjukkan bahwa beliau mampu melampaui apa yang diperolehnya dari sekolah. Passion-nya yang besar pada desain dan arsitektur, membuatnya selalu menantang kemampuannya sendiri untuk dapat merancang. Kesan yang dapat ditangkap dalam karya-karyanya jauh sekali dengan kesan bahwa gedung-gedung itu hanyalah sekedar proyek. Jauh dari kesan hanya bagian dari gencarnya pembangunan yang berlangsung di masa itu.
Tamparan yang cukup keras dapat dirasakan adalah terkait dengan beberapa pertanyaan besar yang dapat ditujukan pada arsitek generasi sekarang. Apa benar kita sudah memeras otak kita ketika merancang? Apa benar kita sudah melakukan sebuah pekerjaan rancang dengan penuh hasrat? Apa benar kita sudah memberi sumbangsih pada dunia arsitektur itu sendiri? Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu terlalu ideal, namun justru mungkin yang melemahkan profesi arsitek adalah para arsitek itu sendiri karena merasa hal ideal itu hanya pantas ditempel di angan-angan. Arsitek-arsitek yang hasratnya di dunia arsitektur layak dipertanyakan. Arsitek-arsitek para petualang proyek. Arsitek-arsitek yang merasa berkarya adalah kegiatan yang asing bagi mereka, karena mereka hanyalah menyelesaikan pekerjaan.
Harapan yang saya rasakan dapat dipetik dari karya-karya Harjono Sigit adalah terkuaknya pandangan bahwa mungkin saja banyak arsitek-arsitek hebat yang berkarya dalam diam. Mereka jauh sekali dari blitz kamera ataupun radar social media. Dan kecurigaan saya pribadi, mereka-mereka ini bukan dari golongan generasi tertentu melainkan terdapat di generasi yang berbeda-beda. Mungkin publikasi bukan sebuah tujuan bagi mereka, karena mereka merasa hal seperti publikasi, penghargaan, dan sejenisnya merupakan sebuah konsekuensi. Hal yang akan menghampiri mereka walaupun sepandai-pandainya mereka menyimpan rapat hal-hal luar biasa yang mereka lakukan.
Saya rasa setiap pecinta dunia arsitektur harus melakukan upaya pengungkapan-pengungkapan pekerjaan hebat yang dilakukan oleh arsitek di lingkungan mereka, kemudian mereka membuat folder baru untuk mengarsipkannya, dan mungkin jauh lebih baik lagi jika diletakkan pula di cloud storage yang dapat di-share kepada publik, demi kemajuan dunia arsitektur itu sendiri.
author
Defry Agatha Ardianta
date
04/2015
new folder: harjono sigit
Arsip identik dengan sekumpulan dokumen yang disimpan, dengan harapan ada data yang jika sewaktu-waktu dibutuhkan akan dengan mudah dapat dilihat dan dimanfaatkan kembali. Pengarsipan yang baik mungkin bukan hanya terkait bagaimana menyimpan dan menata dengan baik, namun dapat juga terkait seberapa jeli seseorang itu melihat dokumen apa yang dirasa perlu disimpan dan dokumen apa yang tidak seberapa perlu disimpan. Pengertian "dokumen" di sini tentu saja tidak hanya diartikan dalam wujud kertas atau sejenisnya, namun lebih pada pengertian sebuah data, informasi, kejadian, dan lainnya.
Salah satu keniscayaan yang terjadi pada sebuah arsip adalah peluang terjadinya kondisi dirinya tertimbun oleh arsip yang lain, dan kondisi ini akan selalu terjadi dan pasti terjadi. Gambaran yang dapat digunakan sebagai analogi adalah pada pengarsipan file(s) di sebuah perangkat komputer, dimana dijumpai arsip yang lama akan selalu ditemani dengan arsip-arsip lain yang lebih baru dan tidak kalah penting. Meskipun kondisi tertimbun niscaya tidak terjadi dalam perangkat komputer, namun kondisi bahwa dia akan "terdesak" akan tetap terjadi. Sehingga lapangnya ruang penyimpanan menjadi sangat relatif. Jika awalnya ratusan megabytes cukup untuk menampung files, saat ini ruang ratusan sampai ribuan gygabytes pun akan segera menjumpai kondisi penuh sesak.
Pada kasus pekerjaan-pekerjaan desain yang dilakukan Harjono Sigit, jika dikaitkan dengan sebuah arsip, saya memandang hal di luar arsip pekerjaan beliau itu sendiri. Hal yang lebih menarik perhatian saya adalah tentang karya pak Sigit sebagai salah satu "dokumen", salah satu "data", salah satu "file", di antara ratusan dokumen lain yang ada mulai dari profesi arsitek muncul di Indonesia sampai dengan saat ini. Saya memandang karya pak Sigit sebagai salah satu contoh dokumen yang terdesak oleh sekian banyak dokumen lain dalam ruang penyimpanan dokumen arsitektur Indonesia. Begitu banyaknya dokumen lain yang mungkin menumpuknya, sampai juga dapat muncul keragu-raguan apa benar karya pak Sigit pernah tersimpan di ruang penyimpanan tersebut. Jangan-jangan memang belum pernah tersimpan?
Mungkin akan lebih sesuai menempatkan karya pak Sigit sebagai dokumen yang belum (sempat) tersimpan. Seperti sebuah file yang masih terserak pada desktop sebuah komputer tanpa sempat tersimpan rapi dan beruntung belum terpindah pada trash folder. Ketika file tersebut dibuka kembali, ternyata banyak hal yang membuat kita merasa bersyukur belum kehilangan file tersebut. File tersebut menyimpan banyak sekali hal yang bisa menjadi pembelajaran, bisa menjadi tamparan, dan bisa menjadi sebuah harapan.
Pembelajaran terbesar yang dapat diambil dari karya pak Sigit ini menurut saya adalah bagaimana hasrat dapat menjadi bahan bakar yang luar biasa dalam sebuah performa. Latar pendidikan yang ditempuh oleh pak Sigit lebih banyak membekali seseorang terkait pengetahuan teknis, ketrampilan terkait material, kekokohan bangunan, dan hal seputar itu. Namun apa yang dilakukan oleh pak Sigit menunjukkan bahwa beliau mampu melampaui apa yang diperolehnya dari sekolah. Passion-nya yang besar pada desain dan arsitektur, membuatnya selalu menantang kemampuannya sendiri untuk dapat merancang. Kesan yang dapat ditangkap dalam karya-karyanya jauh sekali dengan kesan bahwa gedung-gedung itu hanyalah sekedar proyek. Jauh dari kesan hanya bagian dari gencarnya pembangunan yang berlangsung di masa itu.
Tamparan yang cukup keras dapat dirasakan adalah terkait dengan beberapa pertanyaan besar yang dapat ditujukan pada arsitek generasi sekarang. Apa benar kita sudah memeras otak kita ketika merancang? Apa benar kita sudah melakukan sebuah pekerjaan rancang dengan penuh hasrat? Apa benar kita sudah memberi sumbangsih pada dunia arsitektur itu sendiri? Mungkin pertanyaan-pertanyaan itu terlalu ideal, namun justru mungkin yang melemahkan profesi arsitek adalah para arsitek itu sendiri karena merasa hal ideal itu hanya pantas ditempel di angan-angan. Arsitek-arsitek yang hasratnya di dunia arsitektur layak dipertanyakan. Arsitek-arsitek para petualang proyek. Arsitek-arsitek yang merasa berkarya adalah kegiatan yang asing bagi mereka, karena mereka hanyalah menyelesaikan pekerjaan.
Harapan yang saya rasakan dapat dipetik dari karya-karya Harjono Sigit adalah terkuaknya pandangan bahwa mungkin saja banyak arsitek-arsitek hebat yang berkarya dalam diam. Mereka jauh sekali dari blitz kamera ataupun radar social media. Dan kecurigaan saya pribadi, mereka-mereka ini bukan dari golongan generasi tertentu melainkan terdapat di generasi yang berbeda-beda. Mungkin publikasi bukan sebuah tujuan bagi mereka, karena mereka merasa hal seperti publikasi, penghargaan, dan sejenisnya merupakan sebuah konsekuensi. Hal yang akan menghampiri mereka walaupun sepandai-pandainya mereka menyimpan rapat hal-hal luar biasa yang mereka lakukan.
Saya rasa setiap pecinta dunia arsitektur harus melakukan upaya pengungkapan-pengungkapan pekerjaan hebat yang dilakukan oleh arsitek di lingkungan mereka, kemudian mereka membuat folder baru untuk mengarsipkannya, dan mungkin jauh lebih baik lagi jika diletakkan pula di cloud storage yang dapat di-share kepada publik, demi kemajuan dunia arsitektur itu sendiri.
author
Defry Agatha Ardianta
date
04/2015