bagiku proses desainku, bagimu proses desainmu

Satu-satunya orang yang memahami sebuah proses desain adalah si desainer itu sendiri. Apakah hal tersebut lantas membuat sebuah proses desain tidak dapat disampaikan ke orang lain untuk diketahui, dan lebih jauh lagi untuk dipahami?


Sebelum menjawab pertanyaan di atas, sebaiknya kita telusuri dahulu bagaimana sebenarnya sebuah proses desain, atau lebih jelasnya proses kreatif seseorang dalam melakukan kegiatan rancang / desain. Proses kreatif tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas desain, karena kreativitas-lah yang menjadi bahan bakar proses tersebut. Berbicara tentang kreativitas itupun cukup rumit dan tidak mudah untuk dijelaskan secara gamblang. Kreativitas dapat diartikan sebagai aspek alamiah yang dimiliki manusia dalam usahanya menyelesaikan tantangan-tantangan kehidupan (Ward et al, 1995) yang menunjukkan bahwa sebenarnya dan seharusnya manusia selalu bisa bertindak kreatif sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Pengertian ini mengindikasikan bahwa kreativitas adalah sesuatu yang dimiliki sejak lahir dan dimiliki setiap orang. Pengertian lain menjelaskan bahwa kreativitas berkaitan dengan suatu kemampuan yang akan dimiliki manusia seiring dengan latihan, pembelajaran dan faktor lingkungan serta bukan hanya bermodalkan sifat lahiriah (Kraft, 2005). Dari dua contoh pengertian kreativitas di atas, menandakan sebuah kerja otak dan pikiran manusia yang diawali dengan kemampuan dasar yang dimilikinya dan dapat berkembang seiring peningkatan wawasan dan pengetahuan yang dilakukannya. 


Nick Skillicorn, seorang CEO dan pendiri Improvides dari Durham University menyampaikan bahwa kreativitas memang berasal dari pengetahuan yang ada dalam otak manusia. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki maka akan semakin banyak pula ide/gagasan yang dapat dimunculkan olehnya. Namun ada beberapa perbedaan mengenai “ide” tersebut, karena otak manusia dapat dikatakan sebagai organ tubuh yang “paling malas” dan selalu memilih jalan yang mudah dan pintas daripada jalan yang lebih berliku dalam mengeluarkan ide ataupun solusi. Disebutkan oleh Skillicorn bahwa sesuatu yang dikeluarkan oleh otak manusia itu dapat berupa memoryordinary ideas, dan special ideas. Yang dimaksudkan dengan memory itu adalah seseorang hanya menyampaikan sesuatu yang didasari oleh pengetahuan yang direkam oleh otaknya, sedangkan ordinary ideas adalah ketika sesorang menyampaikan sesuatu yang didasari oleh pengetahuan yang dimilikinya namun terdapat penambahan value olehnya atau juga modifikasi atas existing knowledgeSpecial ideas-lah sebenarnya yang akan berkaitan dengan sebuah kreativitas, karena yang dimunculkan adalah sesuatu yang berlandaskan existing knowledge namun telah mengalami beberapa proses di dalam otak sehingga muncul sebagai sesuatu yang belum dijumpai sebelumnya. Proses ini seringkali dijabarkan dalam tahapan Absorbing knowledge – Incubation – llumination – Verification. Tahapan tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai kondisi di mana seseorang mulai menyerap informasi dan pengetahuan, kemudian dia akan memasuki masa inkubasi dan otaknya akan mengalami semacam masa “perenungan” sampai dengan mendapatkan sebuah pencerahan, yang kemudian selalu mengalami pengecekan ulang untuk memastikan gagasan yang muncul tersebut akan sesuai dengan kondisi yang akan direspon.


Usia sekitar 4-5 tahun adalah ketika saya pertama kali melakukan sebuah proses kreatif, layaknya kebanyakan anak kecil lain, yaitu menggambar. Saya masih ingat komentar-komentar orang di sekitar saya waktu itu yang mengatakan bahwa saya pandai menggambar, sementara saya sendiri tidak paham bagaimana parameter pandai dan tidak pandai tersebut. Yang saya tahu adalah ada orang-orang di sekitar saya yang menyebut dirinya tidak pandai menggambar. Label tersebut perlahan bertemu dengan beberapa kondisi yang dapat menjadi alasan, yaitu ketika mereka menggambar sebuah obyek ternyata hasil gambarnya tidak seperti apa yang ada di benak saya tentang obyek tersebut. Seiring waktu, beberapa teman pernah meminta dibuatkan gambar dan juga diajari cara menggambar. Sampai dengan saat ini saya merasa tidak mudah mengajarkan cara menggambar ataupun menjelaskan proses menggambar ke orang lain. Saya merasa sangatlah rumit menjelaskan hal yang rasanya sederhana tersebut: melihat sesuatu/membayangkan sesuatu kemudian menerjemahkannya pada secarik kertas. Yang bisa saya lakukan adalah mengajak orang lain untuk mencermati sendiri proses ketika saya menggambar, secara real-time dan bukan setelah saya membuat sebuah gambar, dan kemudian saya ulangi cara menggambarnya untuk dijelaskan. Entah kenapa saya tidak bisa melakukannya, ataupun jika ada yang bisa melakukannya menurut saya dia tidak membuat gambar yang tadi dibuatnya melainkan gambar lain dengan obyek serupa.


Pengalaman semacam itulah yang menurut saya serupa dengan kondisi di mana seseorang melakukan sebuah proses desain. Proses desain, tentu desain Arsitektur termasuk di dalamnya, akan selalu terdiri dari sekian rangkaian berpikir dan tindakan menggubah yang tidak sederhana dan sulit untuk dipenggal-penggal menjadi bagian-bagian terpisah. Para ahli merumuskan proses desain Arsitektur dalam beragam model. Secara umum semua membaginya dalam tiga tahapan utama yaitu Input – Process - Output, di mana setiap ahli memiliki perhatian khusus terhadap masing-masing tahapan dan juga membaginya dalam tahap yang lebih rinci lagi. Nigel Cross (2000) membaginya dalam empat tahapan yaitu Exploration – Generation – Evaluation - Communication. Tahapan-tahapan tersebut didasarkan pada aktivitas utama yang dilakukan dalam kegiatan desainer/perancang. Tahapan ini memiliki kemiripan dengan tahapan proses kreatif dalam diri manusia. Keduanya memiliki tahapan pemunculan ide / gagasan / solusi dan selalu mengalami verifikasi atau evaluasi. Bruce Archer, seorang Desainer Industri menyatakan bahwa proses desain adalah sikuensial dari aktivitas yang berbasis pada orientasinya dan tipe tugas yang dihadapinya. Dimana dalam setiap tahap terdapat alur balik pada tahap sebelumnya, untuk memberikan umpan balik sekaligus proses evaluasi. Archer membagi seluruh tahap tersebut menjadi tiga fase yaitu fase analitis, fase kreatif, dan fase eksekusi. Fase kreatif menempati tahapan di tengah, dimana dari analisa yang dilakukan terhadap data akan beranjak untuk disintesakan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam fase kreatif tersebut seorang desainer akan dihadapkan pada kondisi dimana dia harus memutuskan sesuatu, dan harus dapat merajut berbagai pertimbangan dengan gagasan yang akan dia munculkan.


Kembali pada pertanyaan di awal, menjadi lebih jelas bahwa dalam proses desain terdapat beberapa hal yang tidak hanya terkait dengan kreativitas tindakan (menarik garis, memotong, menyambung, menekuk, melipat, dan sebagainya) namun ada hal-hal yang terkait dengan kemampuan memahami permasalahan, pengambilan keputusan, mengurai kemungkinan-kemungkinan, dan lain-lain, dimana hal tersebut memiliki keterikatan yang erat dengan momentum, waktu, dan kondisi ketika seorang desainer tersebut menghadapinya. Hal itu pula yang akan membuat setiap proses menjadi unik. Satu desainer akan berbeda dengan desainer yang lain. Bagiku proses desainku, bagimu proses desainmu. 


Tentu saja usaha untuk membuat sebuah proses desain dapat disampaikan ke orang lain untuk diketahui dan dipahami demi sebuah tujuan yang baik selalu dapat diupayakan. Sekolah-sekolah Desain dan Arsitektur pun saat ini banyak menitik-beratkan evaluasi/penilaian karya pada proses yang dilakukan. Namun perlu dipahami bahwa untuk dapat menilai dan memahami sebuah proses, caranya adalah mengikuti proses tersebut dari awal sampai akhir. Dan bukan hanya melihat hasil dari setiap tahap atau langkah yang dilalui sampai dengan hasil akhir, karena memahami proses itu layaknya harus meniti di sepanjang jalur dan bukan hanya mencermati setiap pos pemberhentian. 

author
Defry Agatha Ardianta
date
07/2016

bagiku proses desainku, bagimu proses desainmu

Satu-satunya orang yang memahami sebuah proses desain adalah si desainer itu sendiri. Apakah hal tersebut lantas membuat sebuah proses desain tidak dapat disampaikan ke orang lain untuk diketahui, dan lebih jauh lagi untuk dipahami?


Sebelum menjawab pertanyaan di atas, sebaiknya kita telusuri dahulu bagaimana sebenarnya sebuah proses desain, atau lebih jelasnya proses kreatif seseorang dalam melakukan kegiatan rancang / desain. Proses kreatif tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas desain, karena kreativitas-lah yang menjadi bahan bakar proses tersebut. Berbicara tentang kreativitas itupun cukup rumit dan tidak mudah untuk dijelaskan secara gamblang. Kreativitas dapat diartikan sebagai aspek alamiah yang dimiliki manusia dalam usahanya menyelesaikan tantangan-tantangan kehidupan (Ward et al, 1995) yang menunjukkan bahwa sebenarnya dan seharusnya manusia selalu bisa bertindak kreatif sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Pengertian ini mengindikasikan bahwa kreativitas adalah sesuatu yang dimiliki sejak lahir dan dimiliki setiap orang. Pengertian lain menjelaskan bahwa kreativitas berkaitan dengan suatu kemampuan yang akan dimiliki manusia seiring dengan latihan, pembelajaran dan faktor lingkungan serta bukan hanya bermodalkan sifat lahiriah (Kraft, 2005). Dari dua contoh pengertian kreativitas di atas, menandakan sebuah kerja otak dan pikiran manusia yang diawali dengan kemampuan dasar yang dimilikinya dan dapat berkembang seiring peningkatan wawasan dan pengetahuan yang dilakukannya. 


Nick Skillicorn, seorang CEO dan pendiri Improvides dari Durham University menyampaikan bahwa kreativitas memang berasal dari pengetahuan yang ada dalam otak manusia. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki maka akan semakin banyak pula ide/gagasan yang dapat dimunculkan olehnya. Namun ada beberapa perbedaan mengenai “ide” tersebut, karena otak manusia dapat dikatakan sebagai organ tubuh yang “paling malas” dan selalu memilih jalan yang mudah dan pintas daripada jalan yang lebih berliku dalam mengeluarkan ide ataupun solusi. Disebutkan oleh Skillicorn bahwa sesuatu yang dikeluarkan oleh otak manusia itu dapat berupa memoryordinary ideas, dan special ideas. Yang dimaksudkan dengan memory itu adalah seseorang hanya menyampaikan sesuatu yang didasari oleh pengetahuan yang direkam oleh otaknya, sedangkan ordinary ideas adalah ketika sesorang menyampaikan sesuatu yang didasari oleh pengetahuan yang dimilikinya namun terdapat penambahan value olehnya atau juga modifikasi atas existing knowledgeSpecial ideas-lah sebenarnya yang akan berkaitan dengan sebuah kreativitas, karena yang dimunculkan adalah sesuatu yang berlandaskan existing knowledge namun telah mengalami beberapa proses di dalam otak sehingga muncul sebagai sesuatu yang belum dijumpai sebelumnya. Proses ini seringkali dijabarkan dalam tahapan Absorbing knowledge – Incubation – llumination – Verification. Tahapan tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai kondisi di mana seseorang mulai menyerap informasi dan pengetahuan, kemudian dia akan memasuki masa inkubasi dan otaknya akan mengalami semacam masa “perenungan” sampai dengan mendapatkan sebuah pencerahan, yang kemudian selalu mengalami pengecekan ulang untuk memastikan gagasan yang muncul tersebut akan sesuai dengan kondisi yang akan direspon.


Usia sekitar 4-5 tahun adalah ketika saya pertama kali melakukan sebuah proses kreatif, layaknya kebanyakan anak kecil lain, yaitu menggambar. Saya masih ingat komentar-komentar orang di sekitar saya waktu itu yang mengatakan bahwa saya pandai menggambar, sementara saya sendiri tidak paham bagaimana parameter pandai dan tidak pandai tersebut. Yang saya tahu adalah ada orang-orang di sekitar saya yang menyebut dirinya tidak pandai menggambar. Label tersebut perlahan bertemu dengan beberapa kondisi yang dapat menjadi alasan, yaitu ketika mereka menggambar sebuah obyek ternyata hasil gambarnya tidak seperti apa yang ada di benak saya tentang obyek tersebut. Seiring waktu, beberapa teman pernah meminta dibuatkan gambar dan juga diajari cara menggambar. Sampai dengan saat ini saya merasa tidak mudah mengajarkan cara menggambar ataupun menjelaskan proses menggambar ke orang lain. Saya merasa sangatlah rumit menjelaskan hal yang rasanya sederhana tersebut: melihat sesuatu/membayangkan sesuatu kemudian menerjemahkannya pada secarik kertas. Yang bisa saya lakukan adalah mengajak orang lain untuk mencermati sendiri proses ketika saya menggambar, secara real-time dan bukan setelah saya membuat sebuah gambar, dan kemudian saya ulangi cara menggambarnya untuk dijelaskan. Entah kenapa saya tidak bisa melakukannya, ataupun jika ada yang bisa melakukannya menurut saya dia tidak membuat gambar yang tadi dibuatnya melainkan gambar lain dengan obyek serupa.


Pengalaman semacam itulah yang menurut saya serupa dengan kondisi di mana seseorang melakukan sebuah proses desain. Proses desain, tentu desain Arsitektur termasuk di dalamnya, akan selalu terdiri dari sekian rangkaian berpikir dan tindakan menggubah yang tidak sederhana dan sulit untuk dipenggal-penggal menjadi bagian-bagian terpisah. Para ahli merumuskan proses desain Arsitektur dalam beragam model. Secara umum semua membaginya dalam tiga tahapan utama yaitu Input – Process - Output, di mana setiap ahli memiliki perhatian khusus terhadap masing-masing tahapan dan juga membaginya dalam tahap yang lebih rinci lagi. Nigel Cross (2000) membaginya dalam empat tahapan yaitu Exploration – Generation – Evaluation - Communication. Tahapan-tahapan tersebut didasarkan pada aktivitas utama yang dilakukan dalam kegiatan desainer/perancang. Tahapan ini memiliki kemiripan dengan tahapan proses kreatif dalam diri manusia. Keduanya memiliki tahapan pemunculan ide / gagasan / solusi dan selalu mengalami verifikasi atau evaluasi. Bruce Archer, seorang Desainer Industri menyatakan bahwa proses desain adalah sikuensial dari aktivitas yang berbasis pada orientasinya dan tipe tugas yang dihadapinya. Dimana dalam setiap tahap terdapat alur balik pada tahap sebelumnya, untuk memberikan umpan balik sekaligus proses evaluasi. Archer membagi seluruh tahap tersebut menjadi tiga fase yaitu fase analitis, fase kreatif, dan fase eksekusi. Fase kreatif menempati tahapan di tengah, dimana dari analisa yang dilakukan terhadap data akan beranjak untuk disintesakan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam fase kreatif tersebut seorang desainer akan dihadapkan pada kondisi dimana dia harus memutuskan sesuatu, dan harus dapat merajut berbagai pertimbangan dengan gagasan yang akan dia munculkan.


Kembali pada pertanyaan di awal, menjadi lebih jelas bahwa dalam proses desain terdapat beberapa hal yang tidak hanya terkait dengan kreativitas tindakan (menarik garis, memotong, menyambung, menekuk, melipat, dan sebagainya) namun ada hal-hal yang terkait dengan kemampuan memahami permasalahan, pengambilan keputusan, mengurai kemungkinan-kemungkinan, dan lain-lain, dimana hal tersebut memiliki keterikatan yang erat dengan momentum, waktu, dan kondisi ketika seorang desainer tersebut menghadapinya. Hal itu pula yang akan membuat setiap proses menjadi unik. Satu desainer akan berbeda dengan desainer yang lain. Bagiku proses desainku, bagimu proses desainmu. 


Tentu saja usaha untuk membuat sebuah proses desain dapat disampaikan ke orang lain untuk diketahui dan dipahami demi sebuah tujuan yang baik selalu dapat diupayakan. Sekolah-sekolah Desain dan Arsitektur pun saat ini banyak menitik-beratkan evaluasi/penilaian karya pada proses yang dilakukan. Namun perlu dipahami bahwa untuk dapat menilai dan memahami sebuah proses, caranya adalah mengikuti proses tersebut dari awal sampai akhir. Dan bukan hanya melihat hasil dari setiap tahap atau langkah yang dilalui sampai dengan hasil akhir, karena memahami proses itu layaknya harus meniti di sepanjang jalur dan bukan hanya mencermati setiap pos pemberhentian. 

author

Defry Agatha Ardianta

date

07/2016

bagiku proses desainku, bagimu proses desainmu

Satu-satunya orang yang memahami sebuah proses desain adalah si desainer itu sendiri. Apakah hal tersebut lantas membuat sebuah proses desain tidak dapat disampaikan ke orang lain untuk diketahui, dan lebih jauh lagi untuk dipahami?


Sebelum menjawab pertanyaan di atas, sebaiknya kita telusuri dahulu bagaimana sebenarnya sebuah proses desain, atau lebih jelasnya proses kreatif seseorang dalam melakukan kegiatan rancang / desain. Proses kreatif tidak dapat dipisahkan dengan aktivitas desain, karena kreativitas-lah yang menjadi bahan bakar proses tersebut. Berbicara tentang kreativitas itupun cukup rumit dan tidak mudah untuk dijelaskan secara gamblang. Kreativitas dapat diartikan sebagai aspek alamiah yang dimiliki manusia dalam usahanya menyelesaikan tantangan-tantangan kehidupan (Ward et al, 1995) yang menunjukkan bahwa sebenarnya dan seharusnya manusia selalu bisa bertindak kreatif sesuai dengan kondisi yang dihadapinya. Pengertian ini mengindikasikan bahwa kreativitas adalah sesuatu yang dimiliki sejak lahir dan dimiliki setiap orang. Pengertian lain menjelaskan bahwa kreativitas berkaitan dengan suatu kemampuan yang akan dimiliki manusia seiring dengan latihan, pembelajaran dan faktor lingkungan serta bukan hanya bermodalkan sifat lahiriah (Kraft, 2005). Dari dua contoh pengertian kreativitas di atas, menandakan sebuah kerja otak dan pikiran manusia yang diawali dengan kemampuan dasar yang dimilikinya dan dapat berkembang seiring peningkatan wawasan dan pengetahuan yang dilakukannya. 


Nick Skillicorn, seorang CEO dan pendiri Improvides dari Durham University menyampaikan bahwa kreativitas memang berasal dari pengetahuan yang ada dalam otak manusia. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki maka akan semakin banyak pula ide/gagasan yang dapat dimunculkan olehnya. Namun ada beberapa perbedaan mengenai “ide” tersebut, karena otak manusia dapat dikatakan sebagai organ tubuh yang “paling malas” dan selalu memilih jalan yang mudah dan pintas daripada jalan yang lebih berliku dalam mengeluarkan ide ataupun solusi. Disebutkan oleh Skillicorn bahwa sesuatu yang dikeluarkan oleh otak manusia itu dapat berupa memoryordinary ideas, dan special ideas. Yang dimaksudkan dengan memory itu adalah seseorang hanya menyampaikan sesuatu yang didasari oleh pengetahuan yang direkam oleh otaknya, sedangkan ordinary ideas adalah ketika sesorang menyampaikan sesuatu yang didasari oleh pengetahuan yang dimilikinya namun terdapat penambahan value olehnya atau juga modifikasi atas existing knowledgeSpecial ideas-lah sebenarnya yang akan berkaitan dengan sebuah kreativitas, karena yang dimunculkan adalah sesuatu yang berlandaskan existing knowledge namun telah mengalami beberapa proses di dalam otak sehingga muncul sebagai sesuatu yang belum dijumpai sebelumnya. Proses ini seringkali dijabarkan dalam tahapan Absorbing knowledge – Incubation – llumination – Verification. Tahapan tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai kondisi di mana seseorang mulai menyerap informasi dan pengetahuan, kemudian dia akan memasuki masa inkubasi dan otaknya akan mengalami semacam masa “perenungan” sampai dengan mendapatkan sebuah pencerahan, yang kemudian selalu mengalami pengecekan ulang untuk memastikan gagasan yang muncul tersebut akan sesuai dengan kondisi yang akan direspon.


Usia sekitar 4-5 tahun adalah ketika saya pertama kali melakukan sebuah proses kreatif, layaknya kebanyakan anak kecil lain, yaitu menggambar. Saya masih ingat komentar-komentar orang di sekitar saya waktu itu yang mengatakan bahwa saya pandai menggambar, sementara saya sendiri tidak paham bagaimana parameter pandai dan tidak pandai tersebut. Yang saya tahu adalah ada orang-orang di sekitar saya yang menyebut dirinya tidak pandai menggambar. Label tersebut perlahan bertemu dengan beberapa kondisi yang dapat menjadi alasan, yaitu ketika mereka menggambar sebuah obyek ternyata hasil gambarnya tidak seperti apa yang ada di benak saya tentang obyek tersebut. Seiring waktu, beberapa teman pernah meminta dibuatkan gambar dan juga diajari cara menggambar. Sampai dengan saat ini saya merasa tidak mudah mengajarkan cara menggambar ataupun menjelaskan proses menggambar ke orang lain. Saya merasa sangatlah rumit menjelaskan hal yang rasanya sederhana tersebut: melihat sesuatu/membayangkan sesuatu kemudian menerjemahkannya pada secarik kertas. Yang bisa saya lakukan adalah mengajak orang lain untuk mencermati sendiri proses ketika saya menggambar, secara real-time dan bukan setelah saya membuat sebuah gambar, dan kemudian saya ulangi cara menggambarnya untuk dijelaskan. Entah kenapa saya tidak bisa melakukannya, ataupun jika ada yang bisa melakukannya menurut saya dia tidak membuat gambar yang tadi dibuatnya melainkan gambar lain dengan obyek serupa.


Pengalaman semacam itulah yang menurut saya serupa dengan kondisi di mana seseorang melakukan sebuah proses desain. Proses desain, tentu desain Arsitektur termasuk di dalamnya, akan selalu terdiri dari sekian rangkaian berpikir dan tindakan menggubah yang tidak sederhana dan sulit untuk dipenggal-penggal menjadi bagian-bagian terpisah. Para ahli merumuskan proses desain Arsitektur dalam beragam model. Secara umum semua membaginya dalam tiga tahapan utama yaitu Input – Process - Output, di mana setiap ahli memiliki perhatian khusus terhadap masing-masing tahapan dan juga membaginya dalam tahap yang lebih rinci lagi. Nigel Cross (2000) membaginya dalam empat tahapan yaitu Exploration – Generation – Evaluation - Communication. Tahapan-tahapan tersebut didasarkan pada aktivitas utama yang dilakukan dalam kegiatan desainer/perancang. Tahapan ini memiliki kemiripan dengan tahapan proses kreatif dalam diri manusia. Keduanya memiliki tahapan pemunculan ide / gagasan / solusi dan selalu mengalami verifikasi atau evaluasi. Bruce Archer, seorang Desainer Industri menyatakan bahwa proses desain adalah sikuensial dari aktivitas yang berbasis pada orientasinya dan tipe tugas yang dihadapinya. Dimana dalam setiap tahap terdapat alur balik pada tahap sebelumnya, untuk memberikan umpan balik sekaligus proses evaluasi. Archer membagi seluruh tahap tersebut menjadi tiga fase yaitu fase analitis, fase kreatif, dan fase eksekusi. Fase kreatif menempati tahapan di tengah, dimana dari analisa yang dilakukan terhadap data akan beranjak untuk disintesakan. Hal ini menunjukkan bahwa dalam fase kreatif tersebut seorang desainer akan dihadapkan pada kondisi dimana dia harus memutuskan sesuatu, dan harus dapat merajut berbagai pertimbangan dengan gagasan yang akan dia munculkan.


Kembali pada pertanyaan di awal, menjadi lebih jelas bahwa dalam proses desain terdapat beberapa hal yang tidak hanya terkait dengan kreativitas tindakan (menarik garis, memotong, menyambung, menekuk, melipat, dan sebagainya) namun ada hal-hal yang terkait dengan kemampuan memahami permasalahan, pengambilan keputusan, mengurai kemungkinan-kemungkinan, dan lain-lain, dimana hal tersebut memiliki keterikatan yang erat dengan momentum, waktu, dan kondisi ketika seorang desainer tersebut menghadapinya. Hal itu pula yang akan membuat setiap proses menjadi unik. Satu desainer akan berbeda dengan desainer yang lain. Bagiku proses desainku, bagimu proses desainmu. 


Tentu saja usaha untuk membuat sebuah proses desain dapat disampaikan ke orang lain untuk diketahui dan dipahami demi sebuah tujuan yang baik selalu dapat diupayakan. Sekolah-sekolah Desain dan Arsitektur pun saat ini banyak menitik-beratkan evaluasi/penilaian karya pada proses yang dilakukan. Namun perlu dipahami bahwa untuk dapat menilai dan memahami sebuah proses, caranya adalah mengikuti proses tersebut dari awal sampai akhir. Dan bukan hanya melihat hasil dari setiap tahap atau langkah yang dilalui sampai dengan hasil akhir, karena memahami proses itu layaknya harus meniti di sepanjang jalur dan bukan hanya mencermati setiap pos pemberhentian. 

author

Defry Agatha Ardianta

date

07/2016